Rabu, September 02, 2009

Microphone Transducer

Berdasarkan fungsi dari mic seperti yang telah tersebut di atas maka metode yang sering dipakai untuk pembuatan sebuah mic adalah jenis Dynamic dan Condenser. Penjelasan kedua metode ini dapat dilihat pada penjelasan di bawah ini:


· Dynamic Microphones

Jenis mic ini yang paling sering digunakan pada setiap acara-acara atau lebih mudahnya dapat kita jumpai sehari-hari dalam setiap kegiatan yang menggunakan alat ini. Beberapa pabrikan mic terkenal seperti Shure, Sennheiser, Audio-technica, ElectroVoice dan masih banyak lagi merek yang terkenal berlomba-lomba untuk menciptakan jenis mic ini dengan spesifikasi masing-masing yang memiliki keunggulan dan kelemahan, atau lebih tepatnya kekurangan. Mic jenis ini dapat dianalogikan sebagai bentuk mini dari sebuah speaker, dimana keduanya memiliki sebuah diafragma (atau istilah kerennya cone atau konus) dengan sebuah voice coil (terdiri dari lilitan atau gulungan tembaga panjang yang super tipis) yang direkatkan pada sebuah batang magnet. Berbeda dengan speaker yang bekerja ‘terlontar’ ke depan atau maju, maka mic bekerja kebalikannya.


Prinsip kerja. Ketika energi suara menyentuh diafragma, maka permukaan diafragma tersebut bergetar. Gerakan atau getaran ini dikirim langsung menuju coil (yang berupa lilitan tembaga yang super tipis), yang bergerak maju dan mundur dalam sebuah magnet. Saat coil tersebut menyentuh batas medan magnet yang terdapat pada sekelilingnya maka akan menimbulkan kejutan listrik yang kecil yang diinduksi oleh kabel yang menghubungkan antara coil tersebut dengan konektor eksternal. Perbedaan medan magnet dan arah gerakan dari coil tersebut serta perbedaan tegangan listrik merupakan sebuah representasi elektris dari gelombang suara yang timbul (dalam Davis & Jones, 1989).

Mic jenis ini dikenal karena ketahanan dan kemampuannya, artinya jenis mic ini dapat dikatakan ‘tahan banting’ dan multi-fungsi (sesuai dengan pemakaian, tentunya…). Yang jelas mic jenis ini tidak membutuhkan baterai atau power supply eksternal, mampu menghasilkan respon yang smooth, bervariasi atau bahkan mampu diperuntukkan untuk pemakaian yang khusus. Karena alasan seperti yang telah disebutkan di atas maka mic jenis ini sering dipakai untuk pemakaian di atas panggung ketika kekuatan fisik dari mic jenis ini sangat diandalkan. Juga sering dipakai untuk outdoor use, dimana faktor lingkungan tidak terlalu mempengaruhi mic jenis ini secara signifikan, contohnya pada pemakaian paging system. Alasan yang lain adalah sedikitnya atau bahkan dapat dikatakan tidak perlu proses pemeliharaan yang intensif untuk mic jenis ini dan dengan pemakaian yang benar maka performa mic jenis ini dapat bertahan lama.


· Condenser Microphones

Jenis mic yang berikutnya adalah condenser (atau kapasitor) mic yang menggunakan membran yang super ringan dan sebuah plat tipis yang bertindak sebagai ‘lawan’ dari kapasitor. Tekanan atau getaran suara yang dihasilkan sumber bunyi yang diterima oleh lapisan polymer tipis ini mengakibatkan membran ini bergerak. Pergerakan ini mengubah kapasitansi dari sirkuit yang ada, lalu menciptakan sebuah perubahan output elektris. Analogi yang dapat kita lihat dari fungsi mic jenis ini adalah tweeter pada sebuah sistem speaker, tapi dengan bentuk yang lebih mini dan sama seperti mic jenis dynamic, fungsinya berbalik dengan sistem speaker. Oleh karena elemen mic jenis ini menghasilkan sebuah tegangan yang tanpa power, yang secara otomatis menghasilkan impedansi yang besar maka mic ini harus difungsikan bersama dengan sebuah amplifier untuk menaikkan level sinyalnya dan untuk mengisolasi elemen yang dimilikinya dari impedansi yang terlalu rendah dari input dimana mic jenis ini dihubungkan.

Pada awal pembuatannya, jenis mic ini dibuat dengan amplifikasi dari tabung sehingga bentuk fisiknya pun cukup besar. Pada perkembangan berikutnya, mic jenis ini dibuat dengan amplifikasi dari transistor sehingga bentuknya pun relatif lebih kecil dari pendahulunya.

Pemakaian mic jenis ini sering kita jumpai pada studio-studio rekaman, yang membutuhkan karakter penerimaan dan menghasilkan suara yang baik. Kekurangan dari mic jenis ini adalah lebih sensitif terhadap goncangan fisik dan faktor eksternal seperti kelembaban udara sehingga mic jenis ini yang klasik (tube condenser) jarang sekali digunakan untuk pemakaian outdoor.

Kamis, Juli 30, 2009

Microphone

Penyebutan alat ini adalah microphone atau lebih singkatnya sering disebut sebagai mic atau mike, perbedaannya adalah pada masalah pemakaian kata, sedangkan fungsinya sama.
Menurut Davis & Jones, 1989, sama seperti phono cartridge (‘optik” yang terdapat pada turntable DJ), headphone dan loudspeaker, pada prinsipnya microphone adalah sebuah transducer – atau dengan bahasa yang lebih sederhana dan lebih mudah dimengerti, merupakan sebuah alat pengubah energi, dalam hal ini energi yang diubah adalah energi akustik (berupa suara) dan diterjemahkan atau diubah menjadi energi listrik yang ekuivalen (berupa sinyal audio).
Energi ini diperkuat lagi dan dikirim pada sebuah loudspeaker, atau sebuah headphone, sehingga suara yang ditangkap oleh transducernya akan dikeluarkan oleh membran speaker tanpa ada perubahan yang sangat signifikan.
Dengan bahasa yang lebih sederhana, alat ini dipergunakan untuk memperkeras suara dari sumber bunyi yang dapat ditangkap oleh transducer-nya (sumber bunyi dapat berupa suara vokal manusia, suara alat musik atau suara-suara yang lain).


Metode yang dipakai untuk mengubah energi ini sangat bervariasi dengan tujuan yang khusus dan menghasilkan jenis-jenis mic yang banyak beredar di pasaran dengan beragam merk atau tipe. Beberapa tipe mic yang sering dipakai dapat kita jumpai pada studio-studio rekaman, broadcast (radio maupun TV atau media elektronik lainnya), produksi film atau sinetron, home hi-fi dan video recording, dan terutama pada pemakaian secara live di panggung-panggung entertainment.

Loudspeaker Management System

Peralatan berikutnya yang paling vital adalah crossover. Sesuai dengan namanya, alat ini digunakan untuk memisahkan frekuensi rendah, menengah atau tinggi atau bila diaplikasikan pada speaker alat ini memiliki beberapa varian seperti:
  • 2-way crossover artinya alat ini hanya memisahkan frekuensi low dan high saja
  • 3-way crossover artinya alat ini memisahkan frekuensi low, mid dan high
  • 4-way crossover artinya alat ini memisahkan frekuensi low, low mid, high mid dan high atau frekuensi sub, low, high dan super high.

Semakin banyak pemisahan sinyal maka frekuensi yang tercacah akan semakin detil dan secara otomatis akan memerlukan lebih banyak power amp yang dipakai untuk men-drive speaker yang dimaksud.

Pada era digital ini, analog crossover lebih jarang dipakai untuk keperluan yang lebih rumit. Banyak yang lebih menggunakan digital crossover yang memiliki fitur yang lebih lengkap selain fitur crossovernya sendiri, diantaranya fitur compressor/limiter, ekualisasi baik yang grafik atau yang parametrik, delay alignment dan lain-lain. Untuk itu sering digunakan istilah LMS atau Loudspeaker Management System sebagai pengganti istilah crossover.

Perhatian!!! Perhatikan spesifikasi speaker sebelum melakukan setting crossover, agar tidak terjadi speaker blow-out atau putus


Mungkin timbul satu pertanyaan yang sering kita jumpai, “Apakah memang dalam sebuah sistem diperlukan sebuah crossover?”
Jawabannya adalah tergantung dari sistem itu sendiri.
Bila sistem yang kita pakai adalah sebuah sistem yang hanya terdiri dari 2 box speaker yang masing-masing box terdiri dari 1 unit loudspeaker 15” dan 1 unit loudspeaker 1”/2”, sebuah mixer console dan beberapa mic, maka jawaban dari pertanyaan di atas adalah
tidak perlu dipakai sebuah crossover karena biasanya dalam sistem speaker tersebut sudah terdapat crossover pasif yang tertanam dalam sistem speaker tersebut.

Bila jenis speaker yang digunakan lebih kompleks dari sistem sederhana yang telah disebutkan di atas, misal terdapat 2 box speaker yang berisi 2 unit loudspeaker 18” dan 2 box speaker yang berisi masing-masing loudspeaker 15” dan 1 unit loudspeaker 1”/2” maka jawaban dari pertanyaan di atas adalah
sangat diperlukan pemakaian sebuah crossover.

Lalu timbul lagi pertanyaan yang lainnya, “Mengapa crossover diperlukan untuk sebuah sistem yang lebih rumit?” Jawaban yang dapat diberikan adalah karena masing-masing komponen speaker memiliki kapasitas frekuensi yang berbeda-beda, seperti:

  • Komponen loudspeaker yang berukuran 18” atau 15” biasanya dipakai untuk SUB atau LOW speaker
  • Komponen loudspeaker berikutnya yang berukuran 15”, 12” atau 10” biasanya dipakai untuk LOW MID atau MID speaker
  • Sebuah compression driver yang berukuran antara 1” – 2” dan sebuah horn dipakai untuk HIGH MID atau HIGH speaker

Bila sebuah crossover tidak dipakai dalam sebuah sistem sedangkan pada sistem tersebut terdapat 3 jenis komponen speaker tersebut maka yang terjadi adalah suara yang dihasilkan tidak dapat terdefinisi dengan baik atau bahkan akan mengakibatkan terjadinya speaker blow-out alias putus.
Salah satu alasan logis yang dapat dijadikan acuan adalah loudspeaker yang berukuran 18” tidak didesain untuk menerima frekuensi tinggi dan demikian dengan compression driver yang secara ukuran lebih kecil, tidak didesain untuk menerima frekuensi rendah.

Oleh karena itu, dalam membangun sebuah sistem tata suara yang baik, salah satu pertimbangan yang perlu kita lakukan adalah pada saat instalasi sistem tersebut adalah saat pemasangan kabel speaker pada power amp dan proses setting dari crossover itu sendiri. Satu kesalahan yang terjadi pada saat proses instalasi maka akan mengakibatkan terjadinya kerusakan seluruh sistem yang dapat merugikan kita secara materi.

Alat berikutnya adalah power amp atau yang lebih dikenal sebagai amplifier. Alat ini dipakai untuk men-drive sebuah atau beberapa speaker sekaligus. Beberapa pabrikan yang memproduksi alat ini selalu mencantumkan kapasitas yang dapat dipakai untuk men-drive sebuah speaker, seperti contoh sebuah power merek X dalam tabel berikut:


Tabel 1.1:



8 Ω

4 Ω

2 Ω

Load impedance

280 W

450 W

650W


Arti dari tabel di atas adalah sebagai berikut:


  1. Power amp tersebut memiliki kapasitas impedansi transfer daya maksimum sebesar 2 ohm yang dapat men-drive speaker dengan daya sebesar 650 WPada impedansi minimum sebesar 8 ohm, speaker yang dapat di-drive oleh power amp ini sebesar 280 W. Berarti jika impedansi speaker sudah sesuai dengan impedansi minimum yang ditransfer oleh power amp maka speaker yang dipasang pada power ini setidaknya berkapasitas 280 W dengan toleransi ± 20% dari kapasitas power amp.
  2. Bila kapasitas speaker terlalu berlebihan dari kapasitas power amp maka yang terjadi adalah under powered, yang dapat mengakibatkan power amp blow-out atau bahkan dapat mengakibatkan speaker juga putus. Demikian juga sebaliknya, jika kapasitas speaker lebih kecil dari kapasitas power amp maka yang terjadi adalah over powered, yang juga dapat mengakibatkan speaker putus atau power amp terjadi blow-out.

Perhatikan!!
Karakteristik suara yang dihasilkan antara impedansi 8 ohm, 4 ohm atau 2 ohm sangat berbeda. Dari contoh tabel di atas, daya yang dihasilkan oleh impedansi 4 ohm jauh lebih besar daripada impedansi 8 ohm. Demikian juga dengan impedansi 2 ohm. Menurut Fry, problem yang sering dihadapi oleh sebuah power amp adalah panas. Sebagai bukti, ketika power amp sedang beroperasi, yang kita temui adalah panas. Kadang menjadi sangat panas. Ketika power amp berfungsi pada impedansi 8 ohm maka terjadi panas yang dihasilkan secara elektronis, sedangkan apabila berfungsi pada impedansi yang lebih kecil (seperti 4 ohm atau ekstrem 2 ohm) maka panas yang terjadi lebih besar daripada ketika power amp ini berfungsi pada impedansi 8 ohm.

Oleh karena itu, dalam sebuah power amp yang baik biasanya disertakan fan pendingin yang sangat berkualitas ditambah dengan komponen-komponen elektronis yang lebih rumit hanya untuk “mengurangi” panas yang ditimbulkan oleh power amp tersebut.


Speaker Monitor
Jenis speaker yang lain, berdasarkan aplikasi dan penempatannya, adalah speaker monitor. Biasanya speaker ini diletakkan di atas panggung untuk membantu semua yang berada di panggung agar suara yang mereka hasilkan dapat terdengar dengan baik tanpa gangguan. Yang penting dari aplikasi speaker ini adalah keras dan jelas.

Rabu, Juli 29, 2009

Noise Gate

Menurut Fry, bahasa teknis dari fungsi alat ini adalah sebuah alat pemroses sinyal audio yang menutup sebuah sinyal ketika level dari sinyal tersebut di bawah threshold yang telah kita tentukan sebelumnya. Ketika level dari sebuah sinyal berada di bawah threshold maka gate ini akan menutup dan ketika sinyal tersebut berada di atas threshold maka gate ini akan membuka dan membiarkan sinyal ini lewat dengan bebas.

Dengan bahasa yang sederhana, sesuai dengan namanya alat ini berfungsi sebagai “gerbang” untuk sinyal masuk dan lewat. Bila sinyal yang masuk berada “di bawah ketentuan” (under threshold) maka gate ini akan berfungsi untuk menutup sinyal tersebut. Demikian pula sebaliknya.


Pemakaian alat ini lebih banyak pada drum untuk keperluan live, karena untuk menghindari mic drum yang dipakai saling “terbocori” oleh suara dari komponen drum yang lain. Bila ditempatkan pada aplikasi snare maka ketika snare tidak dipukul maka mic snare tidak akan menerima “bocoran” sinyal dari komponen drum yang lain seperti tom, kick drum, bahkan cymbal sekalipun.

Sama dengan compressor/limiter, kebanyakan noise gate diciptakan hanya 2 channel saja atau lebih dikenal sebagai Dual Noise Gate. Hanya pada beberapa merek tertentu diciptakan 4 channel noise gate atau yang lebih dikenal sebagai Quad Noise Gate.

Compressor & Gate

Peralatan berikutnya yang sering digunakan pada sebuah sistem tata suara adalah compressor/limiter/noise gate. Pada beberapa merek pembuat alat ini, ketiga jenis fitur ini dibuat terpisah antara compressor/limiter dan noise gate, tetapi ada juga yang dijadikan satu.Menurut Davis & Jones, pengertian compressor dan limiter adalah sinyal prosesor yang berfungsi mengurangi rentang dinamis dari sebuah sinyal. Limiter didesain untuk mengurangi peningkatan level input yang dapat menghasilkan peningkatan level output di atas threshold.
Pengertian di atas memang sedikit rumit karena didasarkan pada teori yang sebenarnya dari fungsi compressor/limiter.

Nah, pengertian yang sederhana dari compressor dan limiter menurut Fry adalah:

“Basically what these do is keep an eye (or should that be ear?) on signal levels, stopping them from getting any louder than the level you set (the Threshold). A compressor puts a gentle “squeeze” on excess level, whereas a limiter hits it on the head with a hammer!”


Knob-knob fungsi yang terdapat dalam sebuah compressor/limiter adalah:

  • Threshold
Knob ini memiliki level yang bervariasi pada saat alat ini memulai untuk memodifikasi sinyal dinamik dari suatu sumber bunyi. Semakin kecil level yang diset untuk menentukan threshold (kurang dari 0 dB) maka suara akan semakin “mengecil” demikian pula sebaliknya.

  • Ratio
Knob ini menentukan seberapa sinyal yang akan “ditekan” pada saat mencapai threshold. Biasanya knob ini memiliki beberapa variasi mulai dari tanpa kompresi (1:∞), kompresi yang lebih soft ( 2:1 sampai 3:1), kompresi medium (3:1 sampai 6:1), kompresi yang lebih berat (6:1 sampai 8:1) dan hard limiting (10:1 sampai ∞:1). Cara membaca ratio yang lebih mudah seperti ratio kompresi 3:1, artinya input level sebesar 3 dB akan dikompresi sedemikian sehingga output level menjadi 1 dB. Karena suara akan lebih mengecil maka perlu disesuaikan output gain dari compressor/limiter yang digunakan untuk disesuaikan dengan kebutuhan yang ada.


  • Output/Output Gain
Knob ini mengontrol output gain dari compressor yang dipakai. Sebagai contoh, apabila digunakan threshold yang rendah dan rasio sebesar 10:1, maka volume secara keseluruhan dari sebuah sinyal akan hilang. Untuk mengatasi hal ini maka knob ini digunakan untuk “menaikkan” volume yang “tertekan” tanpa harus merasa was-was sinyal yang akan dikeluarkan over.

Perhatian!!! Jangan menaikkan output gain dari compressor lebih dari 3 sampai 4 dB di atas gain unity (0 dB) dari level mixer kecuali Anda memiliki kemampuan ekualisasi yang sangat baik.


  • Attack & Release
Knob attack berarti seberapa cepat compressor akan bereaksi untuk mengurangi sinyal dan knob release berarti seberapa cepat compressor akan bereaksi untuk kembali ke normal. Dalam bahasa yang lebih sederhana, knob attack berfungsi untuk mengukur seberapa cepat sinyal yang “tertutup” dan knob release berfungsi untuk mengukur seberapa cepat sinyal yang “terbuka” kembali.


Satu pertanyaan yang mungkin timbul dalam benak Anda, “Dimanakah alat ini diaplikasikan?” Compressor/limiter dapat dipakai di semua bagian dalam sistem tata suara terutama sebelum rangkaian pre-amp mic atau sebelum rangkaian power amp.

Bila ditempatkan pada rangkaian sebelum pre-amp mic, maka aplikasi compressor/limiter berfungsi untuk melakukan kompresi pada sinyal yang berlebihan atau menaikkan sinyal yang terlalu “lemah” atau dapat membantu agar sinyal yang terdengar lebih tight atau punchy.

Bila ditempatkan pada rangkaian sebelum power amp maka alat ini lebih banyak berfungsi sebagai limiter untuk melindungi rangkaian power amp dan speaker agar tidak menjadi berlebihan yang dapat mengakibatkan rusaknya rangkaian tersebut. Aplikasi yang terakhir lebih sering digunakan apabila pemakaian alat ini tidak terdistribusi secara rata per channel pada mixer/mic pre-amp. Memang diperlukan biaya yang tidak sedikit agar tiap channel dapat memakai aplikasi alat ini, karena kebanyakan alat ini hanya tercipta sebanyak dua channel bahkan satu channel saja.


Bisa dikalkulasi untuk pemakaian 16 channel mixer, akan dipakai sebanyak 8 unit dual compressor/limiter. Bila 1 unit dual compressor/limiter yang termurah seharga Rp 2.000.000,00 maka dapat dihitung berapa anggaran yang harus kita anggarkan.


Untuk itu, beberapa pabrik pembuat alat ini menciptakan pula 4 channel compressor/limiter atau yang dikenal dengan nama Quad Compressor/Limiter. Pemakaian alat ini akan menghemat pemakaian unit barang yang akan dipakai, tetapi harganya pun tidak akan dapat menjadi lebih hemat bahkan akan menjadi lebih banyak.

Selasa, Juli 28, 2009

Ekualisasi

Alat berikutnya yang menjadi penunjang sebuah sistem tata suara adalah ekualiser atau yang sering disebut EQ. Dasar pembuatan sebuah EQ adalah frekuensi yang dibuat berkisar antara 20 Hz – 20 kHz, dimana rentang frekuensi ini adalah frekuensi yang dapat diterima oleh pendengaran manusia. Frekuensi yang berada di bawah atau di atas rentang frekuensi tersebut tidak dapat didengarkan manusia.

Dari pengertian di atas EQ dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu:


GRAPHIC EQ

EQ ini terdiri dari beberapa slider (seperti fungsi fader volume pada mixer tetapi memiliki ukuran yang lebih kecil, dapat dinaikkan atau diturunkan) mulai dari 10, 15 atau 31 buah. Masing-masing slider ini memiliki indikator frekuensi yang dapat dinaikkan (boost) atau diturunkan (cut) sama seperti sebuah grafik.

Fitur yang pertama yang sering disertakan dalam grafik EQ ini adalah Range, biasanya terdapat 2 knob yang bertuliskan angka 12 atau 15 dB dan 6 dB. Fungsi dari knob 12 atau 15 dB ini sering dipakai untuk menyiasati teknik ekualisasi untuk aplikasi monitor speaker dan knob 6 dB sering dipakai untuk teknik ekualisasi yang lebih soft untuk aplikasi speaker utama.

Fitur kedua adalah HPF atau sering disebut High Pass Filter. Fungsinya sama dengan fitur HPF yang ada pada mixer.

Yang ketiga adalah LPF atau sering disebut Low Pass Filter, atau yang juga sering disebut High Cut. Knob ini biasanya memotong rentang frekuensi antara 8 – 10 kHz.

Berikutnya adalah knob Bypass. Sesuai dengan namanya knob ini sering digunakan untuk mengetahui perbandingan antara sistem yang menggunakan EQ dan sistem yang tidak menggunakan EQ.

Yang terakhir adalah Master Volume, yang berfungsi untuk mengontrol seluruh level frekuensi dari sebuah sinyal.


PARAMETRIC EQ

Jenis EQ yang kedua adalah Parametric EQ, yang terdiri dari hanya beberapa bagian dari EQ, entah itu sejumlah 3,4,5 atau 6 bagian. Yang jelas prinsip pembagian yang dipakai dari EQ jenis ini adalah berdasarkan 3 pembagian dasar frekuensi yaitu low, mid, hi. Dari ketiga klasifikasi ini terdapat fitur tambahan yang dibuat oleh pabrikan pembuat EQ, yaitu fitur frekuensi dan Q.

Fungsi fitur frekuensi sering ditambahkan untuk menambah detil dari salah satu dari frekuensi low atau mid atau hi. Sebagai contoh, untuk menambah detil frekuensi dari suara vokal manusia, sering ditambahkan (boost) frekuensi antara 6 – 8 kHz sebesar 1 dB atau 2 dB. Contoh yang lain adalah untuk mengurangi suara popping yang dihasilkan dari mic, frekuensi antara 80 – 100 Hz dikurangi (cut) sebesar 6 dB.

Fitur tambahan yang berikutnya adalah curve shapeness atau yang lebih dikenal dengan istilah Q. Fitur ini berfungsi untuk memperlebar atau mempersempit karakteristik dari sebuah frekuensi. Sebagai contoh, bila EQ jenis ini dipakai pada aplikasi monitor speaker, maka sering kali digunakan Q yang relatif tinggi atau sering disebut high Q atau narrow band reject mode, artinya ada frekuensi-frekuensi tertentu yang dipotong untuk mengurangi feedback yang ditimbulkan dari speaker.

Bagian Mixer Analog

Istilah kerennya adalah mixer, yaitu sebuah alat yang mengumpulkan semua sinyal baik dari mic, sinyal line (berupa sinyal dari tape/CD, atau dari instrumen), semua efek (berupa echo, reverb, delay), kemudian “dicampur” secara otomatis oleh alat ini menjadi satu sinyal yang utuh dan kemudian didistribusikan ke power amplifier yang akan diolah sedemikian sehingga akhirnya sinyal ini diubah wujudnya menjadi suara yang dikeluarkan oleh speaker yang terpasang.

Alat ini juga memiliki kemampuan untuk mengubah level dari sinyal tersebut, seperti dari sinyal yang keras menjadi lebih pelan dan demikian sebaliknya sehingga sinyal-sinyal ini “tertata” dengan baik dan terdengar dengan nyaman. Kemampuan ini tidak bersifat otomatis secara mesin, tapi tergantung dari kemampuan sang pengatur suara, yang dalam hal ini sering disebut engineer atau sound engineer.

Seperti yang telah disebutkan di paragraf kedua, jumlah channel yang tersedia pada sebuah mixer bervariasi. Mulai dari yang sederhana sebanyak 6 atau 8 channel bahkan sampai ratusan channel sekaligus. Dari beberapa klasifikasi tersebut dapat disimpulkan menjadi 2 jenis mixer, yaitu analog mixer yang biasanya terdiri dari maksimum 52 channel dan digital mixer yang memiliki jumlah channel yang dapat dikatakan “tidak terbatas”. Untuk spesifikasi detil dari kedua jenis mixer ini dapat dilihat dari beberapa merek yang telah beredar di pasaran umum.

Bagian-bagian dari sebuah mixer analog secara umum adalah:

1.
Mono Input Section
Bagian-bagian dari mono input ini terdiri dari:
  • Mic Input, atau sering juga disebut XLR input atau cannon jack input. Bagian ini digunakan untuk mic atau alat-alat yang menggunakan jack yang memiliki tiga buah “kaki” atau yang yang sering disebut cannon jack. Biasanya masing-masing “kaki” terdapat nomor 1, 2, dan 3. Kaki-kaki ini dimaksudkan untuk penempatan posisi sinyal positif, negatif dan ground (tipikal yang sering digunakan adalah kaki 1 – ground, kaki 2 – positif, dan kaki 3 – negatif).

Catatan: posisi di atas tidak selalu menjadi patokan, tergantung dari peralatan yang dipakai. Harap selalu memperhatikan buku manual dari peralatan yang dipakai.

  • Line In, yang biasanya digunakan untuk menancapkan peralatan yang menggunakan line level jack (istilah umum yang sering beredar adalah input jack gitar). Peralatan yang sering menggunakan bagian ini seperti keyboard, tape, CD player, effect processing unit (reverb, echo, dll), kadang-kadang bass atau gitar juga memakai bagian ini.
  • Insert Point. Pada beberapa mixer yang lebih kompleks maka terdapat 2 bagian yaitu insert send dan insert return, tetapi pada mixer yang sederhana maka bagian ini hanya ada satu saja yaitu insert I/O (kepanjangan dari insert input/output). Bagian ini digunakan untuk menghubungkan sinyal prosesor eksternal seperti EQ, compressor/limiter/gate. Tujuan dari bagian ini adalah membuat seakan-akan sinyal prosesor eksternal menjadi satu kesatuan dengan mixer.

Catatan: Perhatikan cara penyolderan!!! Untuk mixer yang memiliki insert point terpisah maka penyolderan dilakukan sama persis dengan cara penyolderan cannon jack. Dalam hal ini: posisi tip – sinyal positif, ring – sinyal negative, sleeve – sinyal ground, apabila hanya terdapat satu insert point I/O, maka posisi tip – sinyal send, ring – sinyal return, sleeve – sinyal ground.
  • Direct Out (Dir). Bagian ini sering digunakan untuk mengirim sinyal audio secara langsung untuk direkam pada multitrack recording tape.
  • Gain, yang juga disebut input level atau trim, yang berfungsi untuk menentukan sensitifitas dari input sebuah sinyal yang masuk, baik itu berupa sinyal mic atau sinyal line (dari keyboard, tape, CD player, atau alat musik yang lain). Bagian ini hanya mengatur tingkat kesensitifitasan dari channel tersebut bukan besarnya volume sinyal.

Catatan: Apabila sinyal yang masuk masih terlalu kecil (volume sudah dimaksimalkan, demikian juga dengan gainnya) maka yang perlu diperiksa adalah kondisi dari kabel tersebut dan kondisi penyolderan dari kabelnya, terbalik atau putus atau malah tidak tersolder sama sekali.

  • HPF (High Pass Filter). Bagian ini digunakan untuk memotong frekuensi rendah yang terlalu berlebihan atau peralatan yang mengakibatkan humming. Bagian ini sangat efektif digunakan pada situasi live, untuk mengurangi “popping” pada mic, atau memotong frekuensi rendah yang sering kali dijumpai pada jenis suara laki-laki. Pada beberapa mixer yang lebih kompleks, terdapat knob variabel frekuensi yang akan dipotong (misal: 50 Hz atau 80 Hz atau 250 Hz dan seterusnya), sedangkan pada mixer yang lebih sederhana hanya terdapat knob, seperti knob on/off, yang biasanya tercantum frekuensi 100 Hz atau sering disebut dengan fixed HPF.
  • EQ section. Bagian ini sering dipakai untuk mengatur kualitas suara yang diinginkan. Pada prinsipnya bagian ini dibagi menjadi 3 bagian yaitu low, mid, dan high. Tipe ini sering dijumpai pada mixer yang sederhana bahkan ada yang hanya terdapat 2 bagian saja yaitu low dan high, tetapi pada mixer yang lebih kompleks maka sering dijumpai penambahan seperti Q dan frekuensi yang ingin di-cut atau di-boost.
  • Aux section. Ada 2 fungsi utama dari bagian ini, yaitu sebagai pengontrol monitor speaker yang terdapat di panggung utama dan atau pada masing-masing pemain band, dan sebagai pengontrol eksternal efek (reverb, echo, dll).
  • Pan (Panoramic Control). Bagian ini sering kali digunakan untuk menentukan posisi sinyal suara (kanan atau kiri) atau dipergunakan untuk menentukan channel tertentu masuk dalam sub grup tertentu (misal: channel 1 masuk dalam sub grup 1, channel 2 masuk dalam sub grup 2, dsb.)
  • Solo atau PFL. Bagian ini sering digunakan para engineer untuk mendengarkan sinyal suara secara individual melalui headphone. PFL adalah singkatan dari Pre Fade Listening yang berarti kita dapat mendengarkan suara tanpa terpengaruh oleh fader channel (before the fader), atau dengan bahasa sederhana kita dapat mendengarkan suara tanpa terpengaruh oleh besar kecilnya posisi fader.
  • Mute/On-Off switch. Bagian ini digunakan untuk mematikan atau menyalakan fungsi dari masing-masing channel.
  • Channel fader. Bagian ini menentukan besar kecilnya sinyal suara yang akan dikeluarkan melalui channel yang dimaksud.
  • +48V Phantom. Bagian ini digunakan bila digunakan mic condenser atau DI box yang memerlukan power sehingga alat-alat ini bisa berfungsi dengan baik.

Perhatikan!!! Pada tipe mixer tertentu, tidak dijumpai adanya bagian ini pada masing-masing channel. Yang ada adalah knob +48V Phantom master. Perhatikan juga jenis kabel yang akan tersambung!! Bila semua kabel berada pada posisi balanced maka tidak perlu dikhawatirkan akan terjadi sesuatu, tetapi bila tidak maka jangan sekali-kali menekan knob ini.

2.
Stereo Input Section
Sebagian besar bagian yang terdapat pada bagian ini hampir sama dengan bagian mono input kecuali pada bagian belakang mixer. Bila pada bagian mono input, pada bagian belakang mixer hanya terdapat satu channel input saja, tapi pada bagian stereo input terdapat dua channel input (berupa cannon jack atau phono jack atau RCA jack).

3. Master Section
Pada bagian ini terdapat:
  • Aux Master, yang merupakan master volume dari aux pada masing-masing channel
  • Aux Return. Bagian ini memiliki kesamaan prinsip kerja seperti pada bagian Stereo Input Section
  • Master Volume Section
  • Sub Group Section/DCA/VCA Group. Bagian ini merupakan master group dari masing-masing channel yang telah dikelompokkan sedemikian rupa. Biasanya dipakai untuk memudahkan pengoperasian mixer, misal sub grup drum yang terdiri dari beberapa channel mic yang dipakai untuk drum.

Senin, Juli 27, 2009

Tips Lagi

Rambu yang perlu diperhatikan berikutnya yang juga tidak kalah penting adalah selalu membaca manual dari tiap-tiap peralatan yang dipakai, terutama pada pemakaian crossover. Mengapa demikian? Jawaban yang pasti adalah supaya tidak terjadi kesalahan dalam menentukan frekuensi yang menjadi titik perpotongan antar speaker (bila sistem yang dibangun adalah sistem yang aktif, yang biasanya adalah sistem 2-way aktif, 3-way, 4-way, dan seterusnya).

Bila dalam suatu sistem dipakai beberapa buah speaker maka hal lain yang harus diperhatikan adalah fase dari speaker itu sendiri. Beberapa speaker, khususnya yang berukuran 18”, 15”, atau yang sejenis biasanya berada pada posisi In Phase atau fasenya positif. Atau dalam bahasa sederhana adalah konus speaker bergerak maju ke depan bukan ke belakang. Jenis speaker yang lain, terutama sebuah compression driver (atau dalam bahasa sehari-hari disebut tweeter) biasanya berada pada posisi Out Phase atau fasenya negatif.

Nah, pada aplikasi yang membutuhkan banyak speaker atau aplikasi sistem tata suara yang lebih rumit, fase speaker menjadi salah satu hal yang perlu kita perhatikan. Sebagai contoh, jika dalam suatu sistem terdapat 2 unit speaker 18” dimana fase salah satu speaker terbalik, maka yang terjadi adalah kita tidak dapat mendengarkan dentuman suara bass sebagaimana mestinya. Yang sering terjadi adalah karena tidak terdengar dentuman suara bass sebagaimana mestinya, kita cenderung untuk membesarkan volume bass dari mixer, dan akhirnya speaker yang kita pun jebol akibat fase yang terbalik.

Alat untuk mendeteksi fase speaker ini dinamakan Phase Checker, yang menghasilkan getaran impuls secara konstan untuk mendeteksi fase yang dihasilkan oleh speaker yang dipakai. Cara yang lain yang lebih sederhana adalah memakai baterai 9 Volt, dimana katup Positif baterai dihubungkan dengan katup Positif speaker demikian juga sebaliknya.

Hambatan yang sering terjadi berikutnya adalah feedback. Feedback terjadi karena beberapa hal, di antaranya:

1. Sinyal mic dan volume speaker monitor yang terlalu keras

2. Jumlah mic yang banyak, yang tidak terpakai tapi dalam keadaan on

3. Jarak antara mic dan speaker monitor yang terlalu dekat.

Tips menghindari feedback:

1. Matikan mic yang tidak terpakai. Hal ini mengurangi resiko feedback.

2. Jika penyebab feedback adalah speaker utama (FOH) maka disarankan agar peletakan speaker utama agak jauh dari panggung.

3. Jika penyebab feedback berupa barang atau benda yang memantul secara akustik, maka perlu dilakukan penyempurnaan seperti ditutup kain dan sebagainya.

4. Gunakan EQ untuk mempermudah pendeteksian frekuensi penyebab feedback.


Setelah memperhatikan beberapa rambu di atas, secara mendasar kita telah memasuki salah satu area dari proses mixing. Proses ini sangat membutuhkan ketelitian dan kejelian terutama pendengaran kita.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dengan baik adalah:

1. Pemakaian mic yang sesuai dengan fungsinya. Mic dynamic biasanya dapat dipakai untuk aplikasi drum hingga aplikasi vokal, sedangkan mic condenser biasanya dipakai untuk peralatan yang lebih sensitif terhadap frekuensi tinggi, seperti cymbal overhead atau gitar akustik.

2. Selalu menggunakan kabel audio yang balans, artinya kaki-kaki positif, negatif dan ground masing-masing terhubung dengan baik.

3. Untuk area panggung, biasanya sering digunakan kabel snake yang dapat mengurangi keruwetan yang terjadi di atas panggung.


Proses Mixing

· Posisikan mixer dan speaker sedemikian rupa sehingga kita dapat mendengar dengan baik semua yang terjadi di panggung sama seperti penonton atau pengunjung

· Setelah semua diset dengan baik maka lakukan sistem penyalaan yang telah disebutkan pada tips di atas

· Jangan meletakkan mic vokal tepat di depan drum atau speaker gitar. Gunakan mic yang sesuai

· Pastikan peletakan speaker tepat langsung pada pendengar, jangan letakkan speaker berada pada belakang atau samping dinding

· Tempatkan semua volume mixer pada posisi 0 (Unity Gain)

· Setting mic vokal terlebih dahulu, karena kekuatan vokal biasanya lebih lemah dibandingkan dengan alat musik, terutama drum

· Gunakan efek vokal seoptimal mungkin, jangan terlalu berlebihan yang dapat mengakibatkan performa vokal yang tidak sempurna

· Jangan gunakan efek reverb pada peralatan yang menghasilkan frekuensi rendah seperti bass, kick drum, atau tom

· Jaga agar level suara pada panggung tidak terlalu keras, terutama pada peralatan yang menggunakan amplifier seperti bass, gitar, dan keyboard. Biarkan fungsi proses dari mic dan mixer yang berfungsi secara optimal

· Bila terdapat kesempatan untuk melakukan soundcheck, maka gunakan waktu tersebut untuk menata sebaik mungkin suara yang akan dihasilkan

· Selalu tempatkan level mic vokal lebih keras dibandingkan dengan level musik. Jangan terlalu berlebihan karena dapat mengakibatkan ketidaknyamanan dari pendengar

Urutan setting yang dianjurkan adalah penentuan level mic lead vokal – mic backing vokal – drum set – bass gitar – gitar – keyboard atau piano – efek vokal seperti reverb, chorus atau delay

Beberapa Tips Untuk Membangun Sebuah Sistem Tata Suara Yang Baik

Rambu yang harus diperhatikan pertama kali adalah proses menyalakan atau mematikan sistem tata suara ini secara keseluruhan. Istilah yang dipakai adalah Last On, First Off.

Bila sistem dalam kondisi mati maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah:

  1. Pastikan bahwa kondisi amplifier masih dalam keadaan off atau mati
  2. Nyalakan power dari mixing console dan rack efek seperti compressor/limiter, noise gate, EQ, effects processor dll
  3. Tunggu ± 5-10 detik, kemudian nyalakan amplifier satu per satu dengan jarak waktu ± 5-10 detik tiap amplifier
  4. Cek semua fungsi fan dan fungsi lainnya dari amplifier, apakah ditemukan kerusakan atau tidak.

Cara mematikan adalah membalik proses penyalaan sistem dari yang paling bawah.

Pada pemakaian secara umum, volume gain pada amplifier sering ditempatkan pada level maksimum sedangkan volume level sistem keseluruhan dikendalikan dari mixing console kemudian dari crossover.

Memelihara sebuah power amp:
  1. Sediakan tempat yang cukup lega agar sirkulasi fan amplifier tidak terganggu dan tidak mengakibatkan amplifier menjadi overheat
  2. Bila dirasa sirkulasi udara sekitar amplifier masih kurang maka dapat ditambahkan sirkulasi eksternal seperti ekstra fan atau AC
  3. Pastikan bahwa fan internal amplifier tetap berfungsi
  4. Bersihkan secara berkala fan dan filternya untuk menghindari overheat
  5. Cek dan mengencangkan semua koneksi secara rutin
  6. Bila fuse putus, segera gantikan dengan yang baru yang berkapasitas sama
  7. SELALU menghubungkan amplifier pada Ground
  8. SELALU memiliki power amp cadangan
  9. Usahakan penempatan amplifier berada pada tempat yang tidak terkena sinar matahari secara langsung dan sejuk serta kering